Pencarian

Rabu, 21 Desember 2011

Demokrasi Periode UUD 1945 Amandemen Pasca 2002

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Demokrasi
Pengertian tentang demokrasi dapat di lihat dari tinjauan bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis).Secara etimologi demokrasi terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa yunani yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat,kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,rakyat berkuasa,pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Menurut joseph A.Schmeter,Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suatu rakyat.
Menurut Sidney Hook berpendapat Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan- keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak  langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
Menurut Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi  sebagai suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka diwilayah publik oleh warganegara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih;
Menurut  Henry B.Mayo menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Affan Gaffar (2000) memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara normatif ( demokrasi normatif) dan empiric (demokrasi empirik). Demokrasi normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara. Sedangkan demokrasi empirik  adalah  demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.
Kekuasaan pemerintahan berada ditangan rakyat mengandung pengertian tiga hal:
1.      pemerintahan dari rakyat (government of the people);
2.      pemerintahan oleh rakyat (government by people);
3.      pemerintah untuk rakyat (govermaent for people)
B.     Periode UUD 1945 Amandemen Pasca 2002
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
a)      Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945, adalah perubahan pertama pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999.
Perubahan Pertama menyempurnakan pasal-pasal berikut:
1.        Pasal 5
2.        Pasal 7
3.        Pasal 9
4.        Pasal 13
5.        Pasal 14
6.        Pasal 15
7.        Pasal 17
8.        Pasal 20
9.        Pasal 21
b)      Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000Perubahan Kedua UUD 1945, adalah perubahan kedua pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000.
Perubahan Kedua menyempurnakan dan menambahkan pasal-pasal berikut:
1.        Pasal 18
2.        Pasal 18A
3.        Pasal 18B
4.        Pasal 19
5.        Pasal 20
6.        Pasal 20A
7.        Pasal 22A
8.        Pasal 22B
9.        BAB IXA WILAYAH NEGARA
    1. Pasal 25E
10.    BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
    1. Pasal 26
    2. Pasal 27
11.    BAB XA HAK ASASI MANUSIA
    1. Pasal 28A
    2. Pasal 28B
    3. Pasal 28C
    4. Pasal 28D
    5. Pasal 28E
    6. Pasal 28F
    7. Pasal 28G
    8. Pasal 28H
    9. Pasal 28 I
    10. Pasal 28J
12.    BAB XII PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
    1. Pasal 30
13.    BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN
    1. Pasal 36A
    2. Pasal 36B
    3. Pasal 36C
c)      Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001Perubahan Ketiga UUD 1945, adalah perubahan ketiga pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2001 tanggal 1–9 November 2001.
Perubahan Ketiga menyempurnakan dan menambahkan pasal-pasal berikut:
1.        Pasal 1
2.        Pasal 3
3.        Pasal 6
4.        Pasal 6A
5.        Pasal 7A
6.        Pasal 7B
7.        Pasal 7C
8.        Pasal 8
9.        Pasal 11
10.    Pasal 17
11.    BAB VIIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH
    1. Pasal 22C
    2. Pasal 22D
12.    BAB VIIB PEMILIHAN UMUM
    1. Pasal 22E
    2. Pasal 23
    3. Pasal 23A
    4. Pasal 23C
13.    BAB VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
    1. Pasal 23E
    2. Pasal 23F
    3. Pasal 23G
14.    Pasal 24
15.    Pasal 24A
16.    Pasal 24B
17.    Pasal 24C
d)     Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002Perubahan Keempat UUD 1945
Perubahan Keempat UUD 1945, adalah perubahan keempat pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002. Perubahan Keempat menyempurnakan dan menambahkan pasal-pasal berikut:
1.      Pasal 2
2.      Pasal 6A
3.      Pasal 8
4.      Pasal 11
5.      Pasal 16
6.      BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
    1. Pasal 23B
    2. Pasal 23D
    3. Pasal 24
7.      BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
    1. Pasal 31
    2. Pasal 32
8.      BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
    1. Pasal 33
    2. Pasal 34
9.      Pasal 37
10.  ATURAN PERALIHAN
    1. Pasal I
    2. Pasal II
    3. Pasal III
11.  ATURAN TAMBAHAN
    1. Pasal I
    2. Pasal II

Runtuhnya rezim otoriter orde baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia.Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandai tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia.Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat faktor kunci yakni,1)komposisi elite politik,2)desain institusi politik,3)kultur politik atau perubahan sikap di terhadap politik di kalangan elit dan non elite,4)peran civil society(masyarakat madani).Keempat faktor itu harus berjalan secara sinergis dan berkelindan sebagai modal untuk mengonsolidasikan demokrasi.
Dalam suksesnya demokrasi Indonesia mungkin para peran civil society(masyarakat madani) untuk mengurangi polarisasi politik dan menciptakan kultur toleransi.
Prisip-prinsip demokrasi menurut Inu Kencana antara lain:
a.         Adanya pembagian kekuasaan
b.         Adanya pemilihan umum yang bebas
c.         Adanya manajemen yang terbuka
d.        Adanya kebebasan individu
e.         Adanya peradilan yang bebas
f.          Adanya pengakuan hak minoritas
g.         Adanya pemerintahan yang berdasarkan hokum
h.         Adanya pers yang bebas
i.           Adanya beberapa partai politik
j.           Adanya mustawarah
k.         Adanya persetujuan parlemen
l.           Adanya pemerintahan konstitusional
m.       Adanya ketentuan tentang pendemokrasian
n.         Adanya pengawasan terhadap administrasi public
o.         Adanya perlindungan hak asasi
p.         Adanya pemerintahan yang bersih
q.         Adanya persaingan keahlian
r.          Adanya mekanisme politik
s.          Adanya kebijaksanaan Negara
t.          Adanya pemerintahan yang mengutamakan tanggung jawab
C.    Model-Model Demokrasi
Menurut pakar, model-model demokrasi antara lain:
1.    Demokrasi Liberal,yaitu pemerintahan yang di batasi oleh undang-undang dan pemilihan umum bebas yang di selenggarakan dalam waktu yang ditetapkan
2.    Demokrasi Terpimpin,yaitu para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka di percaya rakyat tetapi menolak persaingan umum yang bersaing sebagai kendaraan untuk menduduki kekuasaan
3.    Demokrasi Sosial adalah demokrasi yang menaruh kepedulian pada ke adilan sosian bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan pilitik
4.    Demokrasi Partisipasi,yaitu menekankan hubungan timbale balik antara penguasa dan yang di kuasai
5.    Demokrasi Consociational,yaitu menekankan proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang erat di antara elite yang mewakili bagian budaya masyaraka utama
6.    Demokrasi Langsung terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatannya pada suatu Negara di lakukan secara langsung
7.    Demokrasi Tidak Langsung terjadi bilan untuk mewujudkan kedaulatannya rakyat tidak secara langsung berhadapan dengan pihak eksekutif,melainkan melalui lembanga perwakilan



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Demokrasi berasal dari bahasa demos dan cratein.yang artinya keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat,kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,rakyat berkuasa,pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang di jiwai dan di integrasikan oleh nilai-nilai luhur pancasila.
Pendidikan pendahuluan bela negara adalah pendidikan dasar bela negara dalam menumbuhkan kecintaan terhadap tanah air,kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia.
B.     Saran
Demikianlah kami menyusun makalah ini yang berjudul “demokrasi” agar sudilah kiranya memahami semua isi dari makalah ini,untuk menambah ilmu para pembaca.
Di sini pun kami meminta maaf jika di dalam makalah ini terdapat kata-kata yang salah(tidak sempurna) bagi para pembaca.Terima Kasih



DAFTAR PUSTAKA
Dahlan Thaib, “Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum dan Konstitusi” Liberty,         Yogyakarta, 2000
____________, “Menuju Parlemen Bikameral, Pidato Pengukuhan Guru Besar       UII Yogyakarta, 4 Mei 2002
C.F.Strong, Modern Political Constitution”, 1960
K.C. Wheare, Modern Constitution”, 1975
Undang-Undang Dasar 1945
Kompas, 24 September 2001

Sejarah Konstitusi

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkataan “konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution, kata pertama berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua berarti susunan atau pranata (masyarakat). Dengan demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari segala peraturan mengenai suatu Negara. Pada umumnya langkah awal untuk mempelajari hukum tata negara dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti juga mempelajari hukum tata negara dari suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut juga dengan constitutional law. Istilah Constitutional Law di Inggris menunjukkan arti yang sama dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah Constitutional Law didasarkan atas alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi lebih menonjol.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
B.     Rumusan Masalah
1.         Apakah Pengertian Konstitusi itu?
2.         Bagaimanakah sejarah konstitusi di Indonesia ?
3.         Apakah fungsi dan sifat konstitusi ?
4.         Apakah tujuan dari konstitusi itu ?
C.    Tujuan pembahasan
1.    Untuk menjelaskan pengertian dari Konstitusi.
2.    Untuk menjelaskan sejarah konstitusi di Indonesia.
3.    Untuk menjelaskan fungsi dan sifat konstitusi.
4.    Untuk menjelaskan tujuan diadakanya konstitusi.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Konstitusi
Konstitusi dalam pengertian luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar. Konstitusi dalam pengertian sempit berarti piagam dasar atau undang-undang dasar (Loi constitutionallle) ialah suatu dokumen lengkap mengenai peraturan dasar negara. Konstitusi (constitutio) dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis - dalam kasus bentukan Negara, sedangkan menurut EC Wade Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut dan menamakan undang-undang dasar sebagai riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan.[1]
B.     Sejarah Konstitusi
Sebagai Negara yang berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan undang-undang dasar 1945. Eksistensi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangaat panjang hingga akhirnya diterima sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar 1945 dirancing sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa jepang dikenal dengan dokuritsu zyunbi tyoosakai yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945.
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dikemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah hindia belanda. Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”. [2]
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba. Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:
Ø  Rakyat, yaitu bangsa Indonesia
Ø  Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari sabang hingga ke merauke yang terdiri dari 13.500 buah pulau besar dan kecil;
Ø  Kedaulatan yaitu sejak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia; Pemerintah yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pemerintahan Negara;
Tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila; dan Bentuk Negara yaitu Negara kesatuan.
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan 2) konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris. Karena ketentuan mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis. [3]
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau kewenangan itu, salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah : 1) kekuasaan membuat peraturan perundangan (legislatif); 2) kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (judikatif).
Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannya Staatsrecht over Zee. Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yaitu :1) pemerintahan (bestuur); 2) perundang-undangan; 3) kepolisian dan 4)pengadilan. Van Vollenhoven kemungkinan menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan karenanya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk melaksanakan hukum.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia mendukung gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan untuk memeriksa keuangan negara untuk menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.[4]
Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lemabaga tersendiri yaitu:
1.    kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
2.    kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3.    kekuasaan kehakiman (judikatif)
4.    kekuasaan kepolisian
5.    kekuasaan kejaksaan
6.    kekuasaan memeriksa keuangan Negara
C.    Fungsi dan sifat Konstitusi
Berbicara mengenai konstitusi, maka kita tak akan lepas dari fungsi konstitusi itu sendiri, Dan di antara fungsi daripada konstitusi adalah
1.    menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu fungsi konstitusionalisme;
2.    memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah;
3.    sebagai instrumnen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi atau raja dalam sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan negara;
Sifat Konstitusi 1. Formil dan materiil; Formil berarti tertulis. Materiil dilihat dari segi isinya berisikan hal-hal bersifat dasar pokok bagi rakyat dan negara. (sama dengan konstitusi dalam arti relatif). 2. Flexibel dan rigid, Kalau rigid berarti kaku suliot untuk mengadakan perubahan sebagaimana disebutkan oleh KC Wheare Menurut James Bryce, ciri flexibel : Elastis, Diumumkan dan diubah sama dengan undang-undang dan Tertulis dan tidak tertulis.[5]
D.    Tujuan Konstitusi
Hukum pada umumnya bertujuan mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri.
Tujuan konstitusi adalah juga tata tertib terkait dengan: a). berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya, b) hubungan antar lembaga negara, c) hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan d) adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta e) hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Tolak ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak pada banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang bersangkutan. Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi tertulis timbul berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding yang tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau kurang diatur dalam konstitusi justru mendapat perlindungan lebih baik dari yang telah termuat dalam konstitusi itu sendiri. Dengan demikian banyak negara yang memiliki konstitusi tertulis terdapat aturan-aturan di luar konstitusi yang sifat dan kekuatannya sama dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Aturan-aturan di luar konstitusi seperti itu banyak termuat dalam Undang-undang atau bersumber/berdasar pada adat kebiasaan setempat. [6]




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.         Pengertian Konstitusi
Konstitusi (constitutio) dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis dalam kasus bentukan negara.
2.         Sejarah konstitusi di Indonesia.
Latar belakang terbentuknya konstitusi bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dikemudian hari. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
3.         Fungsi dan sifat konstitusi
Mengenai kesimpulan dari fungsi dan sifat konstitusi, kami rasa cukup di pembahsan poin C, karena itu sudah kami simpulkan, jadi kami rasa gak perlu kami tulis kembali disini.
4.         Tujuan konstitusi
Tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada penguasa untuk mewujudkan tujuan Negara.
B.     Saran
Setelah kita fahami mengenai pembahsan diatas, kita sebagai warga Negara Indonesia yang baik harus taat dan patuh kepada konstitusi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Miriam Budiardjo, dkk. Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia Pustaka Utama (2003)
makalah Prof. Jimly Asshiddiqie, Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Menurut UUD 1945 serta Mahkamah Konstitusi
Dahl, Robert A, 1982, Dilemma Demokrasi Pluralis, Terj. S. Simamora, Jakarta: C.V. Rajawali



[1] makalah Prof. Jimly Asshiddiqie, Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Menurut UUD 1945 serta Mahkamah Konstitusi
[2] http://makalahzaki.blogspot.com/2011/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
[3] http://makalahzaki.blogspot.com/2011/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
[4] Miriam Budiardjo, dkk. Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia Pustaka Utama (2003)
[5] Miriam Budiardjo, dkk. Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia Pustaka Utama (2003)
[6] http://makalahzaki.blogspot.com/2011/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

Anda pengunjung yang ke